
AJN - ACEH BESAR, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh (BPOM Aceh) menggelar kegiatan sosialisasi keamanan obat dan makanan bagi komunitas penyandang disabilitas pada Rabu (16/07/2025) di Station Coffee, Kabupaten Aceh Besar.
Kegiatan ini merupakan upaya untuk memperluas akses informasi publik kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan. Sebanyak 34 peserta hadir dari berbagai organisasi disabilitas, antara lain Children and Youth Disabilities for Change (CYDC), Roda Tiga Koetaradja (RTK), dan Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin).
Kepala BPOM Aceh, Yudi Noviandi, yang membuka kegiatan secara resmi, menegaskan pentingnya keterlibatan penyandang disabilitas dalam mengakses informasi publik.
“Sebagaimana amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, kami berkomitmen untuk menghadirkan informasi yang setara dan inklusif bagi semua, termasuk komunitas disabilitas,” ujarnya.
Selain sesi edukasi dari tim Informasi dan Komunikasi BPOM Aceh, acara ini juga menghadirkan dialog interaktif bersama Ketua CYDC, Erlina Marlinda, untuk menjaring aspirasi dan harapan komunitas disabilitas terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan BPOM Aceh.
Materi yang disampaikan mencakup pentingnya mengenali produk yang aman melalui prinsip Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) serta pemanfaatan aplikasi BPOM Mobile.
Kegiatan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak atas layanan kesehatan dan akses terhadap informasi.
“Informasi tentang keamanan obat dan makanan sangat penting diketahui agar masyarakat, termasuk penyandang disabilitas, dapat melindungi dirinya dari produk yang berisiko terhadap kesehatan sekaligus turut berperan dalam pengawasan peredarannya,” ujar Desi Ariyanti Ningsih, Ketua Tim Publikasi, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi BPOM Aceh selaku narasumber.
Melalui kegiatan ini, BPOM Aceh berharap dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, serta kemandirian komunitas disabilitas dalam hal pengawasan obat dan makanan. “Kami berharap pertemuan ini tidak hanya menjadi ruang berbagi informasi, tetapi juga membuka pintu kolaborasi untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih ramah dan inklusif ke depannya,” tutup Yudi Noviandi.