
AJN - BANDA ACEH, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Aceh melalui Bidang Mineral dan Batubara menegaskan tak ada kewenangan kepala daerah (Bupati-red) mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Kewenangan memberikan, menghentikan, maupun mencabut IUP di Aceh mutlak berada di tangan Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Gubernur Aceh bukan pemerintah kabupaten,” kata Kabid Mineral dan Batubara Dinas ESDM Aceh, Khairil Basyar kepada wartawan, Minggu (3/8/2025).
Penegasan ini disampaikan Kabid Mineral dan Batubara ESDM Aceh menanggapi keputusan Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan yang menghentikan sementara seluruh aktivitas pertambangan dan pengangkutan bijih besi milik Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis dan PT Pinang Sejati Utama (PSU) di kawasan Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah melalui surat Nomor 540/790 tertanggal 21 Juli 2025.
Keputusan bupati tersebut dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebab berdasarkan perundang-undangan, kewenangan untuk memberikan, menghentikan, maupun mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh mutlak berada di tangan Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Gubernur Aceh.
“Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), kewenangan pengelolaan sektor minerba sudah menjadi ranah Pemerintah Aceh. Ini diperkuat lagi dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009, serta UU Nomor 23 Tahun 2014,” jelas Khairil.
Merujuk aturan tersebut, maka pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki otoritas untuk mengintervensi, apalagi menghentikan aktivitas pertambangan yang telah mengantongi izin resmi.
“Khusus Aceh, hal-hal terkait penangguhan, penghentian, dan pencabutan IUP diatur secara jelas dalam Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2017 tentang perubahan atas Qanun Nomor 15 Tahun 2013. Bupati hanya memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi kepada Gubernur Aceh,” terang Khairil.
Ia juga menjelaskan bahwa pencabutan izin tambang tidak bisa dilakukan secara sepihak tanpa prosedur yang telah ditentukan. Prosesnya harus melalui serangkaian tahapan sanksi administratif yang dimulai dari surat peringatan (SP) pertama, kedua, hingga ketiga. Bila pelanggaran tetap terjadi, barulah Gubernur dapat mencabut IUP secara sah.
“Semua ada mekanismenya. Tidak bisa langsung dicabut. Ini untuk menjaga asas kepastian hukum,” tegasnya.
Khairil juga mengingatkan bahwa keputusan yang tidak sesuai prosedur dapat menimbulkan dampak negatif terhadap iklim investasi, terutama terkait dengan kepastian hukum yang menjadi perhatian utama para investor.
“Keputusan Bupati yang keluar dari koridor hukum bisa menimbulkan ketidakpastian dan memperburuk citra investasi di Kabupaten Aceh Selatan. Investor butuh perlindungan dan kepastian hukum. Kalau ini tidak dijaga, bisa jadi preseden buruk bagi masa depan pertumbuhan ekonomi daerah,” pungkasnya.