AJN - BANDA ACEH, Banjir hidrometeorologi yang melanda sejumlah daerah di Aceh tidak hanya menyisakan lumpur dan derita, tetapi juga membangkitkan semangat solidaritas dari lingkungan akademik.
UIN Ar Raniry Banda Aceh menunjukkan sikap tak biasa mendorong mahasiswanya berada di garis paling depan aksi kemanusiaan.
Rektor Mujiburrahman menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa bukan sekadar empati, tetapi bagian dari tanggung jawab moral institusi pendidikan dalam menjawab keadaan darurat yang sedang terjadi. Menurutnya,
kampus bukan hanya tempat mahasiswa menimba ilmu di ruang kelas, tetapi juga ladang pengabdian yang mengasah karakter dan tanggung jawab sosial.
Dalam rapat pimpinan pada Senin, 8 Desember 2025, sang rektor menegaskan bahwa mahasiswa adalah agen perubahan yang harus hadir di tengah persoalan masyarakat.
Ia ingin generasi akademik tidak hanya fasih teori, tetapi juga terjun langsung memperbaiki kondisi sosial ketika bencana melanda.
Sejalan dengan itu, kampus tengah menyelesaikan regulasi baru agar aktivitas kerelawanan diakui sebagai bagian dari Kuliah Pengabdian kepada Masyarakat (KPM).
LP2M pun diberi mandat untuk menyusun mekanisme penilaian dan dokumentasi, sehingga kontribusi mahasiswa bernilai akademik sekaligus kemanusiaan.
Kebijakan ini juga menjawab kekhawatiran sebagian orang tua mahasiswa yang sedang bertugas di lokasi terdampak seperti Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie Jaya.
Setelah mendapatkan kepastian bahwa kerja sosial anak-anak mereka bisa diakui sebagai KPM, banyak orang tua merasa lebih tenang bahkan bangga.
Sejak awal bencana, Rektor Mujiburrahman sendiri memimpin langsung penyaluran bantuan bagi lebih dari 5.000 mahasiswa terdampak, bekerja sama dengan berbagai mitra dan lembaga filantropi seperti Islamic Trust Fund Ar-Raniry.
Tidak hanya mengirimkan relawan, kampus juga mengorganisir tim logistik dan bekerja bersama perangkat gampong, lembaga kemanusiaan, serta ikatan alumni untuk memastikan bantuan tersalurkan secara tepat.
Di sejumlah titik lokasi KPM seperti Bener Meriah dan Geudong, Aceh Utara, banyak mahasiswa memilih tetap berada di lapangan meskipun situasi sulit.
Hanya tiga mahasiswa yang dipulangkan menggunakan pesawat karena kondisi tertentu, selebihnya tetap mengabdi hingga masa darurat berakhir.
Respons kampus tidak berhenti pada pengiriman relawan. Sejumlah fakultas seperti Syariah dan Hukum, Tarbiyah dan Keguruan, Dakwah dan Komunikasi, serta Adab dan Humaniora telah membuka posko siaga.
Para mahasiswa membantu membersihkan fasilitas publik, melakukan pendataan penyintas, hingga mendampingi anak-anak melalui layanan psikososial.
Kebijakan akademik pun disesuaikan: perkuliahan diliburkan sementara hingga 13 Desember dan kembali dimulai 15 Desember 2025 dengan metode sederhana.
Mahasiswa korban bencana dibebaskan dari kewajiban hadir, sementara dosen diminta fleksibel dalam penilaian.
Wisuda Februari ditiadakan untuk menghindari beban tambahan administratif bagi mahasiswa, meski penerbitan ijazah tetap berjalan.
Pemotretan toga dijadwalkan ulang pada Mei 2026 dan aktivitas semester baru berlangsung pada 22 Februari hingga 27 Juni 2026.
Selain itu, UIN Ar-Raniry juga menyiapkan skema beasiswa khusus agar tidak ada mahasiswa yang harus menghentikan studi akibat bencana.
Semua kebijakan penanganan darurat including pengakuan KPM relawan dan mekanisme bantuan akan dituangkan dalam Surat Keputusan Rektor sebagai dasar resmi.
Di tengah situasi sulit ini, UIN Ar-Raniry tidak hanya hadir sebagai lembaga pendidikan, tetapi sebagai benteng kemanusiaan yang meneguhkan pesan bahwa ilmu harus bermanfaat dan keberanian hadir dalam tindakan nyata.
Semangat ini menjadi bukti bahwa mahasiswa bukan sekadar penonton bencana, melainkan bagian dari kekuatan penyembuh bagi masyarakat Aceh.***


