
AJN - BANDA ACEH, Anggota DPR RI Fraksi Demokrat PAW dari Teuku Riefky Harsya yang telah diangkat sebagai Menteri Ekonomi Kreatif, HT Ibrahim, mengatakan bahwa hal tersebut diperolehnya juga tidak terlepas dari andil berita-berita dan doa rekan-rekan wartawan di Aceh.
“Insya Allah di pagi yang berbahagia ini berkumpul bersama teman-teman wartawan, meski tak ramai, seperti biasanya mengingat waktu yang terburu buru, namun kedepan akan kita kondisikan kembali,” ujarnya di salah satu kafe di Banda Aceh, Sabtu (3/5/2025) pagi.
Lanjutnya, dalam pertemuan tersebut selama dirinya menjadi anggota DPR RI, baru hari ini bisa mengajak teman-teman lainnya, tetapi khusus pak keuchik dan wartawan senior lainnya sudah sering kita berkumpul.
“Inya Allah waktu sepulang saya dari Jakarta kita akan lakukan pertemuan kembali dalam jumlah yang lebih ramai lagi. Kita duduk kembali. Saya butuh masukan, saran untuk diberi bahan materi untuk saya perjuangkan di DPR RI,” kata HT Ibrahim.
Dirinya saat ini dipercaya sebagai anggota DPR RI Fraksi Demokrat Komisi 13 sebagai mitra kerjanya kementerian Hukum, Ham dan Kementerian Sekretaris Negara serta Kementerian Imigrasi dan Kemasyarakatan serta Lembaga- lembaga lainnya, seperti perlindungan saksi dan LPSK yang saat sekarang ini sedang digodok.
“Saksi-saksi ini ada biaya, betul-betul dilindungi dan nyaman. Selain itu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) juga di bawah kami,” kata HT Ibrahim menambahkan.
Kemudian juga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Sekretariat DPD RI. Sekretariat MPR termasuk kantor staf kepresidenan. “Jadi banyak bermitra dengan pejabat, namun tidak tertutup kemungkinan bisa berkolaborasi dengan komisi-komisi lain. Hanya saja untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat agak sedikit susah. Namun, untuk memperdalam ilmu dengan pejabat-pejabat negara khususnya terkait hukum saya pikir ini cocok di komisi 13 untuk kita duduki.
Intinya, HT Ibrahim menambahkan sebagai wakil rakyat Aceh di pusat harus ada yang kita berikan kepada masyarakat. Meski, dia menyadari bahwa di komisi 13 tersebut merupakan orang-orang yang telah memiliki kemampuan yang luar biasa. Mulai dari Ketua komisi hingga anggota-anggotanya, karena mereka rata-rata 3 hingga 7 periode. Hanya beberapa orang saja yang terbaru. Apalagi, jika berbicara hukum, hal itu sudah diluar kepala mereka semuanya. Artinya, mereka-mereka ini telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang luar biasa.
Khusus Aceh, lanjut HT Ibrahim paling kita bisa berbuat terkait imigrasi dan lembaga permasyarakatan yang mungkin para napi sulit untuk bebas berbicara kita bisa bantu.
Artinya, di sini bukannya kita bebas untuk mengintervensi hukum. Karena hukum diputuskan oleh pengadilan. Tetapi yang kita maksud ada hak- hak warga binaan yang kadang kala di LP diperjual belikan bisa kita perjuangkan hak-hak mereka secara transparan.
Karena fungsi kita adalah pengawasan, pertama kita memberikan pembinaan dan penjelasan terhadap pejabat- pejabat yang nakal, jika juga tidak bisa diindahkan baru kita minta digantikan. Jika di LP ada informasi tidak benar, jika cukup bukti bisa kita suruh ganti, semisal kanwil yang melakukan pelanggaran berat, karena itu hak kita di Komisi 13.
“Mudah mudahan kedepan di LP tidak ada lagi jual beli kamar, dan bebas pulang pergi di dalam penjara. Hak-hak napi itu kita penuhi semuanya, tidak ada perbedaan. Seperti kemarin di napi Lambaro, kita kumpuli semua untuk kita berikan penyuluhan. Karena sekarang ini napi kita yang banyak uangnya petentang- petenteng sehingga bisa berbuat sesuka hatinya di dalam penjara. Kita tidak mau hal ini terjadi sehingga menjadi tontonan yang tidak baik di masyarakat.
Kita harapkan kedepan tidak akan ada lagi hal seperti itu lagi. Dan hak-hak napi harus kita penuhi bukan karena uang, seperti jual beli kamar, HP dan lain sebagainya.
Terakhir dalam pertemuan silaturahmi tersebut dengan awak media HT Ibrahim, juga menyampaikan masalah keimigrasian agar benar-benar di pantau terkait warga asing.
Ia juga menyampaikan terkait warga Aceh yang sudah bertahun tahun bekerja di Malaysia hingga saat ini belum memiliki paspor. Karena hasil kerja yang diperoleh dipotong setengah.
“Nah ini perlu kita lakukan pemutihan, ibarat bayar pajak kendaraan, kita lakukan pemutihan bagi para warga Aceh yang bekerja di Malaysia.
“Negara harus hadir menangani hal ini, nanti kita urus pembuatan paspor, supaya saudara-saudara kita di sana baik dari Aceh khususnya, maupun dari luar Aceh nantinya tidak ada lagi yang namanya pendatang gelap yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum di Malaysia yang tidak bertanggung jawab, dan terkait hal itu sudah kita usulkan di komisi 13,” tutupnya. []