
AJN - BANDA ACEH, 14 Mei 2025 – Pemerintah Aceh bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) se-Aceh pada Rabu, 14 Mei 2025 di Aula Gedung Serbaguna, Kantor Gubernur Aceh.
Kegiatan ini dipimpin oleh Wakil Gubernur Aceh, Bapak Fadhlullah; serta dihadiri oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Agus Chusaini; Plt. Sekda Provinsi Aceh, M. Nasir; Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Aceh, Zulkifli; Kepala Perwakilan Bank Indonesia Lhokseumawe, Prabu Dewanto; Walikota dan Bupati se-Provinsi Aceh; serta seluruh Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang tergabung dalam TPID dan TP2DD Aceh.
HLM TPID dan TP2DD se-Aceh bertujuan untuk membangun sinergi dan komitmen bersama antar pimpinan daerah dan mitra strategis di Aceh untuk mengendalikan inflasi sesuai target yang telah ditetapkan Pemerintah yaitu sebesar ± 2,5 persen secara tahunan, serta mempercepat digitalisasi dalam hal pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD) untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Untuk itu, turut hadir Kepala Bagian Perencanaan dan Perundang-Undangan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, M. Rivai Seknun; serta Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Sri Purwanti; yang memaparkan pelaksanaan 9 (sembilan) langkah konkret pengendalian inflasi dan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) berbasis Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi di Provinsi Aceh secara tahunan pada April 2025 tercatat sebesar 3,11% (yoy), didorong oleh harga komoditas pangan bergejolak (volatile food) seperti cabai merah, bawang merah, beras, daging ayam ras, ikan tongkol, dan telur ayam ras.
Wakil Gubernur Aceh menyampaikan bahwa tingginya inflasi dapat berdampak pada peningkatan garis kemiskinan karena tekanan harga terhadap kebutuhan pokok berpengaruh langsung terhadap daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, sinergi pengendalian inflasi dan transformasi digital daerah perlu terus diperkuat.
“Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat koordinasi dalam menghadapi isu pengendalian inflasi dan percepatan digitalisasi pendapatan daerah,” ujar Wakil Gubernur Aceh. Sehubungan dengan hal tersebut, TPID Provinsi Aceh menginisiasi program unggulan Sigantang (Stabilisasi Harga melalui Ketahanan Pangan Inklusif) sebagai inovasi dan sinergi pengendalian inflasi lintas sektor.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Agus Chusaini, juga menekankan pentingnya strategi 4K dalam pengendalian inflasi, yaitu Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. “Kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk memastikan pasokan tetap terjaga, distribusi lancar, dan ekspektasi masyarakat dapat dikelola melalui komunikasi yang efektif, terutama menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional, seperti Idul Adha mendatang,” ungkapnya.
Sri Purwanti menambahkan, “Setiap aspek dari strategi 4K perlu diisi dengan program kerja yang konkret, sebagai contoh yaitu penyusunan Neraca Pangan sebagai langkah nyata dalam aspek Ketersediaan Pasokan”.
M. Rivai mengingatkan bahwa dalam program pengendalian inflasi dan digitalisasi daerah, pengelolaan data serta pelaporan yang lengkap menjadi indikator penting pada evaluasi kinerja dan pemberian insentif fiskal oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. “Diperlukan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas intervensi dan tata kelola data secara terintegrasi di setiap pemerintah daerah,” jelasnya.
Lebih lanjut, digitalisasi dalam pemerintahan memiliki urgensi untuk meningkatkan efisiensi dan mencegah kebocoran, sehingga dapat meningkatkan PAD dengan memperluas kanal pembayaran pajak dan retribusi daerah, serta membentuk ekosistem digital yang inklusif. Kajian Bank Indonesia menunjukkan bahwa digitalisasi dapat meningkatkan PAD hingga 14%, menjaga ketahanan fiskal daerah dalam menghadapi tekanan ekonomi.
Saat ini Aceh berada pada urutan ke-7 dari 10 Provinsi di Sumatera dalam hal evaluasi kinerja TP2DD tahun 2024. Sementara itu, Bank Aceh Syariah (BAS) selaku Bank Rekening Umum Kas Daerah (RKUD) berada pada urutan ke-25 dari 27 Bank Pembangunan Daerah (BPD) se-Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan percepatan dan perluasan digitalisasi di Aceh melalui penguatan sinergi dan inovasi.
Ke depan, sinergi lintas sektor yang erat antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, Kementerian/Lembaga, Perbankan, pelaku usaha, akademisi, media, dan Masyarakat, antara lain dalam wadah TPID dan TP2DD Aceh, diharapkan dapat mewujudkan Aceh Islami, maju, bermartabat, dan berkelanjutan sebagaimana visi Gubernur Aceh 2025-2030.